KANDUNGAN AKAN TAUHID
Mengingat ilmu tauhid memiliki kedudukan yang paling tinggi, maka Ayat
Kursi paling tinggi kedudukannya bila dibanding dengan ayat yang lain, suratnya
pun paling mulia. Ayat al-Qur'an dan surat-suratnya memang memiliki kelebihan
satu sama lain, tetapi ditinjau dari sisi bacaan dan maknanya, bukan dari sisi
Dzat yang berbicara.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata, "Hendaknya kita memahami bahwa keutamaan
ayat al-Qur'an satu sama lain berbeda, tetapi bukanlah disandarkan kepada yang
Dzat yang berbicara, karena Allah عزّوجلّ itu satu. Bila kita tinjau dari sisi lafazh dan
artinya tentu ada perbedaan, sebagaimana keterangan hadits yang shahih bahwa
Rasulullah صلى الله عليه وسلم melebihkan keutamaan Surat al-Fatihah daripada surat lainnya, Rasulullah
صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّهُ لَمْ يَنْزِلْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا
فِي الْقُرْآن مِثْلُهَا
'Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan ayat di dalam kitab Taurat,
kitab Injil, dan kitab al-Qur'an semisal Surat al-Fatihah.' (HR. Tirmidzi
no.2875)
Ayat Kursi juga lebih utama daripada ayat yang lain, seperti keterangan
hadits kisahnya Ubay رضي الله عنه, jawaban beliau:
وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ
“Demi Allah, ilmumu sungguh dalam hai Abu Mundzir.”1
Ibnul Qayyim رحمه الله berkata, "Perlu diketahui bahwa pembicaraan Allah
عزّوجلّ yang menjelaskan tentang diri-Nya,
sifat-sifat-Nya, dan keesaan-Nya lebih mulia dan utama daripada pembicaraan
Allah عزّوجلّ yang menjelaskan musuh-Nya dan sifat-sifat jelek
mereka. Oleh karena itu, Surat al-Ikhlash lebih utama daripada Surat al-Masad
(al-Lahab), Surat al-Ikhlash menyamai sepertiga al-Qur'an daripada yang lain,
demikian juga Ayat Kursi paling utamanya ayat al-Qur'an." (Syifaul Alil
karya Ibnul Qayyim 2/774)
Pertama:
الْحَيُّ
Maksudnya Dia Maha Hidup. Ini bukti
yang jelas, bahwa kita wajib beribadah kepada Allah عزّوجلّ saja, karena Dia menyifati diri-Nya hidup yang
kekal, tidak akan mati, hidup yang sempurna, bukan diawali dengan tidak ada, dan
bukan diakhiri dengan tidak ada, tidak ada kekurangan dan cacatnya, Maha
Tinggilah pencipta kita, dan Maha Suci dan hidup yang pasti sempurna sifat-Nya.
Tidak layak siapa pun beribadah, rukuk dan sujud melainkan hanya kepada Allah
عزّوجلّ, seperti firman Allah عزّوجلّ:
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ
Dan bertawakallah kepada Allah yang Maha Hidup (kekal) yang tidak mati.
(QS. al-Furqan [25]: 58)
Adapun hidup yang nanti akan mati, atau mati, atau benda padat yang
tidak memiliki sifat hidup, mereka tidak punya hak untuk disembah, karena ibadah
haknya Allah Yang Maha Hidup tidak akan
mati.
الْقَيُّومُ
Maksudnya: Dia mengurusi diri-Nya sendiri
dan mengurusi semua makhluk-Nya, semua sifat yang menunjukkan pekerjaan
kembali kepada nama ini, ini menunjukkan sempurnanya kecukupan Allah
عزّوجلّ, Dia tidak butuh kepada makhluk-Nya, bahkan
sebaliknya hamba yang membutuhkan. Seperti firman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاء إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ
هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (QS. Fathir [35]: 15)
Dan seperti hadits qudsi Allah عزّوجلّ berkata:
إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّي فَتَضُرُّونِي وَلَنْ تَبْلُغُوا
نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي
"Hai hamba-Ku, kamu sekalian tidak akan dapat menimpakan marabahaya
sedikit pun kepada-Ku, tetapi kamu merasa dapat melakukannya. Selain itu, kamu
sekalian tidak akan dapat memberikan manfaat sedikit pun kepada-Ku, tetapi kamu
merasa dapat melakukannya." (Muslim 8/17)
Allah عزّوجلّ Maha Kaya dengan sendirinya. Dia tidak membutuhkan
sedikit pun kepada makh-luk-Nya dalam semua urusan...
Nama الْقَيُّومُ menunjukkan maha sempurna kemampuan dan pengaturan
Allah عزّوجلّ kepada semua makhluk-Nya juga. Semua makhluk-Nya
pasti butuh kepada Allah عزّوجلّ, tidak sekejap mata pun yang tidak butuh kepada
Allah عزّوجلّ; arasy, kursi, langit dan bumi, gunung, pohon,
manusia dan hewan semua butuh kepada Allah عزّوجلّ sebagaimana firman-Nya; Surat ar-Ra'du: 32,
Fathir: 41,15, ar-Rum: 35. Semua kandungan ayat ini kembali kepada nama-Nya
الْحَيُّ dan الْقَيُّومُ, bahkan semua asmaul husna kembali
kepada dua nama ini juga. Para ahli ilmu berkata, "Barangsiapa yang berdo'a
dengan menyebut dua nama ini do'anya akan dikabukan, karena dua nama ini disebut
yang paling awal ... dan seterusnya.
Ketiga: Firman-Nya
لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ
"Allah عزّوجلّ tidak mengantuk dan tidak tidur." Mengantuk itu permulaan tidur, sedangkan tidur sudah
dimaklumi (pengertiannya). Allah عزّوجلّ membersihkan diri-Nya dari dua sifat yang
'tercela' ini karena Dia memiliki sifat hidup yang sempurna dan kepengurusan-Nya
yang sempurna juga. Berbeda dengan manusia dan makhluk lainnya, sifat hidupnya
akan berakhir, serba mengalami kekurangan, mereka perlu istirahat karena capek
bekerja, tidaklah mereka tidur melainkan karena merasa capek dan berat memikul
beban. Dengan tidur mereka merasa lelahnya berkurang, mereka butuh tidur karena
mereka memiliki sifat lemah segala-galanya, mereka mengantuk, capek, lelah, dan
sakit, maka bagaimana makhluk yang serba kurang ini disembah, dimintai rezeki,
agar menolak bala, dan agar menyembuhkan penyakit? ... dan seterus-nya.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَنَامُ وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ
يَنَامَ يَخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ
قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ حِجَابُهُ
النُّورُ
"Sesungguhnya Allah عزّوجلّ tidak pernah tidur dan Dia tidak akan tidur, Dia
mengurangi dan menam-bah pembagian (balasan amal), amal di malam hari
disampaikan kepadanya-Nya sebelum amal siang hari, dan amal siang hari
disampaikan kepada-Nya sebelum amal malam hari. Hijab-Nya adalah cahaya."
(Muslim no. 179 1/111)
Keempat: Firman-Nya:
لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ
Maksudnya hanya Allah عزّوجلّ Yang Maha memiliki semua yang ada di langit dan di bumi. Adapun makhluk tidak memiliki sesuatu pun (baca Surat Saba' [34]: 22).
Selain Allah عزّوجلّ tidak ada yang memiliki sebiji sawi dengan
sendirinya atau dengan berserikat, tidak satu pun manusia yang memiliki sesuatu
melainkan itu miliknya Allah عزّوجلّ (silakan baca Surat Ali 'Imr?n [3]: 26). Apa yang
dimiliki oleh manusia pasti akan lenyap, dengan kematiannya, atau pada masa
hidupnya hartanya hancur karena musibah, se-perti kisahnya orang yang punya
kebun dia ingin mengetamnya lalu terbakar hangus (baca Surat al-Qalam [68]:
17-23). Dengan demikian kita tahu bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah
عزّوجلّ. karena hanya Dia yang Maha memiliki segala
sesuatu.
Kelima: Firman-Nya:
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ
بِإِذْنِهِ
Maksudnya: Tidak seorang pun yang mampu
memberi syafa'at atau pertolongan melainkan atas izin Allah عزّوجلّ, karena hanya Allah عزّوجلّ pemiliknya. Siapakah yang mampu mengatur milik-Nya
dan yang berbuat sesuatu tanpa izin-Nya? Tentu tidak ada. Semua syafa'at milik
Allah عزّوجلّ. Firman-Nya:
قُل لِّلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعاً
Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya." (QS. az-Zumar
[39]: 44)
Oleh sebab itu, syafa'at-Nya tidak bisa diminta kecuali dengan izin-Nya
(baca Surat Saba' [34]: 23) dan tidak pula bisa diberikan melainkan kepada orang
yang diridhai-Nya (baca Surat an-Najm [53]: 26)
Walaupun Rasulullah صلى الله عليه وسلم memiliki kedudukan tinggi dan terpuji pada hari
Kiamat, beliau tidak mampu memintakan syafa'at untuk umatnya melainkan setelah
mendapatkan izin Allah عزّوجلّ. Bukankah Allah عزّوجلّ berkata kepada beliau:
ارْفَعْ رَأْسَكَ، وَقُلْ يُسْمَعْ، وَاشْفَعْ
تُشَفَّعْ
"Hai Muhammad, angkatlah kepalamu; katakanlah,
engkau akan didengar; dan mintalah syafa'at, engkau akan diberi syafa'at." (HR.
Bukhari no. 6956)
Selanjutnya, tidak semua orang bisa memintakan syafa'at di sisi Allah
عزّوجلّ dan tidak semua orang meraih syafa'at-Nya, tetapi
syafaat ini khusus untuk ahli tauhid yang bersih dari perbuatan syirik,
sebagaimana dalam Shahih Imam Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه, dia bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم "Saya berkata, 'Wahai Rasulullah, siapakah orang
yang paling berbahagia dengan syafa'atmu pada hari Kiamat?' Rasulullah
صلى الله عليه وسلم menjawab:
لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا
الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ، لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ،
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ
نَفْسِهِ
'Aku telah menduga, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada orang yang
mendahuluimu dalam menanyakan masalah ini, karena aku lihat betapa perhatian
dirimu terhadap hadits. Orang yang paling berbahagia dengan syafa'atku pada hari
Kiamat adalah orang yang mengucapkan la ilaha
illallah dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya.' " (HR. Bukharino. 97)
... dan seterusnya.
Bukti kebenaran sabda beliau ini menolak prinsip aqidah orang musyrik
yang memalingkan hak Allah عزّوجلّ kepada selainnya. Mereka menduga bahwa wali dan
lainnya mampu mendekatkan diri mereka kepada Allah عزّوجلّ (baca firman-Nya dalam Surat Yunus [10]: 18 dan
Surat az-Zumar [39]: 3). Mereka beribadah, memohon, menyampaikan hajatnya,
menolak bahaya, bernadzar, dan menyembelih kepada mayit, batu, pohon, dan
lainnya. Mereka berkeyakinan bahwa sembahan mereka mampu mendengar do'a mereka,
menjawab dan mengabulkan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Padahal ada tiga
pembagian syafa'at yang mereka tidak tahu, atau tidak mau tahu, yaitu: tidak ada
syafa'at kecuali dengan izin Allah عزّوجلّ, tidak ada syafa'at kecuali (bagi) orang yang
diridhai oleh Allah perkataan dan perbuatannya, sesungguhnya Allah عزّوجلّ tidak ridha melainkan kepada ahli
tauhid.
0 comments:
Post a Comment