Abu
Dzar al Ghifari, suatu ketika bermaksud meminta jabatan
kepada`Rasulullah Saw. "Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku
sebagai pegawai (pejabat)?", kata Abu Dzar kepada Beliau. Sembari
menepuk bahu Abu Dzar, Rasulullah bersabda: "Wahai Abu Dzar, kamu
ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah.
Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa
yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar." Demikianlah cerita Abu Dzar seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Sahihnya.
Siapa yang tak kenal Abu Dzar Al Ghifari?. Beliau adalah sahabat dekat
Rasulullah Saw, seorang lelaki dari Bani Ghifar yang sangat pemberani.
Abu Dzar masuk Islam di saat kaum Qurays mendustakan Rasulullah dan
bergegas bergabung dengan Rasulullah di Madinah saat ia mendengar Rasul
telah berhijrah. Kedekatannya dengan Rasulullah tak dapat diragukan
lagi. Ia senantiasa menempel kemanapun Rasulullah pergi. Tempat
tinggalnya di Masjid Nabawi dan senantiasa menjadi pelayan Rasulullah.
Keberaniannya tak dapat disangsikan. Abu Dzar mengumumkan ke-Islamannya
secara terang-terangan di dekat Ka’bah, padahal Rasulullah telah
berpesan untuk menyembunyikannya. Alhasil Abu Dzar babak belur dikeroyok
kaum Qurays. Sepeninggal Rasulullah, pada masa Khalifah Utsman bin
Affan, Abu Dzar menetap di wilayah Syam yang saat itu dipimpin oleh
Gubernur Muawiyah bin Abu Sufyan. Abu Dzar tak segan-segan untuk
mengkritik Muawiyah hingga putra Abu Sufyan itu merasa jengah dan
meminta Khalifah Utsman untuk segera memanggilnya ke Madinah. Akhir
cerita, akhirnya Abu Dzar mengasingkan diri ke sebuah wilayah terpencil,
yang tak ada satupun orang bermukim di sana, di daerah perbukitan
Rabadzah di luar kota Madinah. Meski demikian, sesuai pesan Rasulullah
kepadanya, Abu Dzar adalah orang yang sangat mentaati amirnya.
Disamping berbagai wasiat Rasulullah kepadanya, diriwayatkan pula pujian dari Nabi Saw kepada Abu Dzar. Rasulullah memujinya: “Tidak
ada makhluk yang berbicara di kolong langit yang biru dan yang dipikul
oleh bumi, yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar”. (HR. Ibnu
Sa’ad dalam Thabaqatnya jilid 3 hal 161, juga diriwayatkan oleh At
Tirmidzi dalam Sunannya, hadits ke 3801 dari Abdullah bin Amr ra).
Pujian lainnya yang disanjungkan Rasulullah kepada Abu Dzar, seperti
ditulis oleh Ibnu Saad dalam Thabaqatnya: “Orang yang paling dekat
diantara kalian dariku di hari kiamat, adalah yang keadaan hidupnya
ketika meninggal dunia, seperti keadaannya ketika aku meninggalkannya
untuk mati.”
Jika memang demikian tinggi kedudukan Abu Dzar di mata Rasulullah Saw,
lantas mengapa Beliau menolak permintaan Abu Dzar untuk menjadi
pejabat?. Karena Rasulullah tahu persis kapasitas dan kapabilitas Abu
Dzar, hingga beliau mengatakan bahwa Abu Dzar adalah orang yang ‘lemah’
untuk memegang jabatan. Padahal, kata Rasulullah Saw, jabatan adalah
amanah yang kelak dipertanggungjawabkan di akhirat. Jabatan akan menjadi
kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang-orang yang mengambilnya
dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar. Dalam riwayat lain
Rasulullah Saw bersabda: “....jabatan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan” (HR. Imam Bukhari).
Karena itulah, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah
menolak memberikan jabatan kepada orang yang memintanya dan kepada orang
yang ambisius. "Kami tidak akan memberikan jabatan ini kepada orang yang memintanya, tidak juga kepada orang yang ambisi terhadapnya."
Lima belas abad yang lalu, Rasulullah telah berpesan kepada umat Islam
mengenai ‘panasnya’ kursi jabatan ini. Meski demikian, untuk orang-orang
tertentu yang dinilai mampu dan amanah, Rasulullah Saw juga tak
segan-segan mengangkatnya menjadi pemimpin. Seperti yang terjadi pada
Usamah bin Zaid. Saat itu, karena dinilai masih sangat muda, para
sahabat memprotes pengangkatan Usamah menjadi panglima pasukan yang
dibentuk Rasulullah. Maka beliaupun bersabda, "Apabila kalian mengecam
kepemimpinan Usmah bin Zaid, maka berarti kalian juga mengecam
kepemimpinan ayahnya sebelum itu. Demi Allah, sungguh ia memang layak
dengan jabatan itu. Demi Allah, sungguh ia orang yang paling aku
senangi. Dan demi Allah sungguh jabatan tersebut memang layak untuk
Usamah bin Zaid. Dan demi Allah, jika ia adalah orang yang paling aku
senangi setelah bapaknya, maka aku wasiatkan kepada kalian untuk
mentaati perintahnya, karena ia termasuk orang yang baik diantara
kalian."
Jadi, jangan coba-coba duduk di atas kursi panas itu jika kita merasa
tidak mampu menjalankannya secara benar. Karena ia hanya akan menjadi
penyesalan kelak di akhirat. Wallahul Muwafiq ila Aqwamit Thariiq.(si.online)
Ketika Abu Dzar Meminta Jabatan
Posted by Majalah Online on Saturday, 4 May 2013
Related Posts
Blog, Updated at: 17:24
0 comments:
Post a Comment